KEBUDAYAAN KABUPATEN MADIUN

Blog Resmi Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun

Blog Resmi Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun

KOMUNITAS PEGIAT KEBANGSAAN.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 26 Januari 2015

SENI DHUNGKREK KESENIAN DHUNGKREK KHAS MADIUN

APA ITU DHUNGKREK..... ?????????

"Kesenian Dhungrek Khas Madiun"


 ASAL MULA NAMA DHUNGKREK
Nama dhungkrek diambil dari bunyi 2 (dua) buah instrumennya yaitu bedug dan korek. Bila dibunyikan bunyi bedug terdengar dhung dan bunyi korek terdengar krek, sehingga kalau dibunyikan bergiliran dan terus-menerus terdengar bunyi dhung-krek-dhung-krek. Dari sinilah timbul nama dhungkrek yang kemudian menjadi nama dari kesenian rakyat ini. Perlu diketahui bahwa susunan (bezetting) instrument Dhungkrek terdiri dari beberapa jenis instrument diantaranya ialah bedug dan korek.

Bedug dan korek rupanya merupakan instrumen yang hakiki dan dominan. Hakiki berarti mutlak harus ada sedang dominan berarti mempunyai kedudukan yang sangat penting dan menonjol dalam permainan bersama.
Dan kedua macam instrument itulah yang memberikan corak dan ciri khas serta hakiki seni dhungkrek. Terutama adalah instrument korek yang bersifat unik dan tersendiri yang tidak kita dapati pada instrument kesenian lain yang manapun.

   SEDIKIT RIWAYAT DHUNGKREK
Hasil penelitian selama ini menguatkan bahwa Dhungkrek diciptakan oleh almarhum R. Bei Lo Prawirodipuro yang pada masa itu menjabat Palang di Mejayan (Caruban). Palang adalah suatu jabatan yang membawahi 4-5 Kepala Desa. Palang sebagai “Lurah Kepala” (Hoofd Lurah) bertanggung jawab langsung kepada Wedana sebagai atasannya. Raden Bei Lo Prawirodipuro adalah Palang terakhir dalam sistem pemerintahan pada waktu itu sampai wafatnya ± tahun 1915/1916. Sebetulnya jabatan Palang tersebut sudah lama dihapuskan sebelum itu.

Tetapi almarhum Raden Bei Lo Prawirodipuro mendapat prioritas memangku jabatan tersebut. Hal ini diduga karena atas kepribadian kepemimpinan, kewibawaan dan sebaginya yang dimiliki Raden Bei Lo Prawirodipuro yang sangat menonjol sehingga pihak yang berwajib mengambil kebijaksanaan melangsungkan jabatan Palang khusus bagi beliau saja.

Diperkirakan dhungkrek lahir sekitar tahun 1910. Beberapa sumber menjelaskan bahwa sejak timbulnya seni Dhungkrek hasil karya almarhum R. Bei Lo Prawirodipuro tersebut kesenian lain di daerah Caruban terdesak mundur. Dhungkrek hidup dan berkembang sangat pesat dan subur sehingga menjadi kesenian yang paling “top” pada masa itu. Tetapi masa kejayaan seni Dhungkrek ini tidak berlangsung lama. Semakin hari makin surut dan mundur. Lama kelamaan kesenian ini makin tenggelam bahkan namanya saja sudah banyak yang tidak kenal terlebih pula bagi orang diluar Caruban.

Singkatnya kesenian ini sudah berada di ambang pintu kepunahan.Sebab-sebabnya belum jelas. Mungkin karena meninggalnya sang pencipta yang memang semasa hidupnya terkenal sebagai orang sakti dan mempunyai kewibawaan yang besar. Jadi surutnya Dhungkrek karena ditinggalkan oleh pencipta dan mungkin sekaligus sebagai satu-satunya pembina yang tangguh, ampuh dan berwibawa. Atau mungkin juga dari sebab sifat Dhungkrek yang statis sehingga menimbulkan jemu yang berakibat masuknya kesenian lain teutama kesenian dari Jawa Tengah yang sampai saat ini mendapat tempat yang subur di hati rakyat Caruban khususnya dan rakyat Madiun umumnya.

Berbicara kesenian dhungkrek kita tidak dapat melupakan Sdr. R. Soemardji yang bertempat tinggal di desa Banyukambang Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. Sebab ia adalah satu-satunya keturunan almarhum R. Bei Lo Prawirodipuro yang mewarisi peralatan Dhungkrek yang masih asli sejak seni Dhungkrek diciptakan.

Dan dari sinilah sedikit banyak kita dapat memperoleh informasi dan data-data seni Dhungkrek. Beberapa peralatan khususnya mengenai instrument bedug, kecer, gong beri yang sekarang ada pada Sdr. Soemardji sudah diganti.
Bahkan gong beri yang memang agak sulit mencarai gantinya sekarang diganti dengan kelongsong peluru yang berukuran besar.

DHUNGKREK SEBELUM DIGARAP
 a.        Instrument Dhungkrek
Susunan (bezetting) instrument dhungkrek terdiri dari:
1.            1 (satu) buah Bedug
2.            1 (satu) buah Kempul
3.            1 (satu) buah Kenong
4.            1 (satu) buah Kecer
5.            1 (satu) buah Gong Beri
6.            2 (dua) buah Korek
7.            2 (dua) buah Kentongan Bambu

b.         Topeng Dhungkrek Terdiri dari:
1.            2 (dua) buah Topeng Raksasa/Hantu
2.            2 (dua) – 3 (tiga) buah Topeng Wanita
3.            1 (satu) buah Topeng Orang Tua


Topeng-topeng tersebut berukuran besar dan bila dipakai menutup seluruh muka dan kepala. Topeng wanita sebuah diantaranya berwajah jelek dan bermulut penceng.
                       
c.            Perlengkapan Tari (Property)Terdiri dari:
1.            2 (dua) buah keris (dari kayu)
2.            2 (dua) buah pedang (dari kayu)
3.            1 (satu) buah tongkat (dari kayu)
Tersebut pada No. 1 dan 2 digunakan untuk penari raksasa, sedang No. 3 untuk penari orang tua. Tongkat tersebut berbengkok (Jawa: Luk) 11 (sebelas), dibuat dari kayu minging (wangi) dan disebut “Teken Panjer Wengi)”. Dalam proses perkembangannya property keris dan pedang ditinggalkan (penari raksasa tidak lagi menggunakan peralatan ini). Keris tersebut diberi nama Kyai Jalak Sangu Tumpeng.

d.            Pakaian tari (Kostum)
1.            Penari Raksasa/Hantu menggunakan celana hitam bergaris/strip merah.
2.            Penari Wanita menggunakan Rok (Yurik).
3.            Penari Orang Tua memakai Baju Surjan.

e.            Tehnis Permainan Instrument
1.            Bersifat ritmis (tidak ada melodi)
2.            Buka (Voorspel) diawali dengan bunyi kentongan bambu langsung permainan bersama
3.            Irama pada prinsipnya tetap
4.            Tidak ada dinamika, tidak ada variasi mulai awal sampai akhir

f.             Bentuk Tari Dhungkrek
Pada prinsipnya tari dhungkrek hanya berupa gerakan sesuka hati dari pelaku-pelakunya sesuai dengan peranannya masing-masing. Gerakan-gerakan itu merupakan gerakan bebas yang dengan sendirinya dipadukan dengan alunan iramanya. Jadi tidak ada norma tertentu.
 DHUNGKREK SETELAH DIGARAP

Sebelum mengutarakan Dhungkrek setelah diolah patut bila kita ketahui bahwa seni Dhungkrek yang telah hampir punah itu sejak tahun 1976 telah mendapat perhatian dari Kan Wil Dep P dan K Prop. Jawa Timur Bidang Kesenian. Dan sejak saat itu para ahli dari Bidang Kesenian antara lain Bp. Moedjiono, BA; Bp. Soedjono, BA; Bp. Lewung Soemarno, bekerja sama dengan Seksi Kebudayaan Kan Dep P dan K kabupaten Madiun mulai mengadakan survey dengan obyek utama ialah Banyukambang Kecamatan Mejayan yaitu di rumah Sdr. Sumardji satu-satunya pewaris seni Dhungkrek dan peralatannya yang sampai saat ini masih dapat kita saksikan.

Sementara itu dengan kemampuan yang ada, Kepala Seksi Kebudayaan Kan Dep P dan K Kabupaten Madiun 9S. Soewondho) disamping melanjutkan kegiatan penelitian juga mencoba untuk mengolah seni Dhungkrek ini dengan maksud agar seni Dhungkrek dapat hidup kembali di tengah-tengah masyarakat serta dapat menjadi kesenian yang digemari terutama bagi generasi muda dan pelajar.

Setelah melalui beberapa percobaan, maka sebagai pengolahan yang dapat kita sebut berhasil ialah pengolahan yang diadakan menjelang diadakannya Festival Tari Rakyat se Jawa Timur tanggal 4-5 Juli 1980 di Surabaya.
Dalam Festival ini hungkrek berhasil terpilih sebagai salah satu dari pemilihan sepuluh terbaik (The Best Ten) menduduki ranking 3 (tiga). Dalam hal ini kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Sumiyati tokoh tari dari staf Bidang Kesenian Kan Wil Dep P dan K Propinsi Jawa Timur yang telah memberikan sumbangan moril berupa petunjuk yang sangat berharga dalam proses pengolahan seni Dhungkrek tersebut.

Demikianlah hal-hal yang patut kami kemukakan sebelum mengutarakan Dhungkrek sesudah diolah. Dan marilah sekarang kita menuju ke dhungkrek yang telah diolah.

            Pengolahan Dhungkrek mencakup unsur-unsur:
1.            Instrument, dalam hal ini berupa penambahan instrument kendang yang sebelumnya tidak ada. Penambahan instrument kendang ini dimaksudkan sebagai suatu instrument yang dapat memberikan kemungkinan dalam mengolah irama, dinamika dan variasi yang menambah keindahan artistik, sekaligus juga mengiringi dan mengatur serta mengendalikan gerak tarinya.
Jadi secara singkat fungsi kendang disini:
a.            Mengatur/mengendalikan dan mengiringi gerak tarian
b.            Memperindah tabuhan
c.            Menghentikan tabuhan
d.            Mengatur irama tabuhan
e.            Mengatur variasi
f.             Menjadi pimpinan tertinggi

PERKEMBANGAN SENI DHUNGKREK SETELAH DIOLAH
        
 Seni Dhungkrek yang telah hampir punah dan hanya bernafas satu dua ditempat kelahirannya yaitu Caruban, dengan adanya usaha pengembangan dari Kantor Dep P dan K Kabupaten Madiun maka sejak tahun 1977 Dhungkrek telah muncul lagi di tengah-tengah masyarakat. Di sana-sini mulai tumbuh perkumpulan Dhungkrek. Perkumpulan-perkumpulan tersebut belum terarah dan belum dapat disebut sebagai perkumpulan atau organisasi yang tetap. Kegiatan pementasannya juga sangat terbatas. Salah satu sebab yang sangat utama ialah hambatan dalam pengadaan sarana/peralatan Dhungkrek yang dengan sendirinya tidak dapat terlepas dari masalah biaya. Satu masalah yang sulit dipecahkan.
Sejak awal tahun 1980 seni Dhungkrek mendapat perhatian secara khusus dari Seksi Kebudayaan Kantor Dep P dan K Kabupaten Madiun. Sementara itu dukungan dan partisipasi masyarakat yang mendambakan kelestarian dan perkembangan seni Dhungkrek semakin kuat. Dari kalangan pelajar dan generasi muda dengan sepenuh hati aktif melihatkan diri dalam proses penggarapan seni Dhungkrek. Setelah Dhungkrek diolah, baik sebelum maupun sesudah berhasil dalam mengikuti Festival Tari Rakyat se Jawa Timur, dalam usaha pementasan di beberapa tempat selalu mendapat sambutan yang memuaskan dari masyarakat untuk mempelajari Seni Dhungkrek berdatangan.

Selanjutnya pada era reformasi, Dhungkrek dikembangkan lagi melalui program pada Sub Dinas Kebudayaan yang sekarang berubah menjadi Bidang Kebudayaan sebagai program unggulan setiap Cabang Dinas/UPT TK SD, SMP, SMA, SMK harus mempunyai 1 (satu) group Dhungkrek. Program ini ditunjang pemberian bantuan peralatan Dhungkrek di sekolah-sekolah mulai SD sampai SMA/K serta peningkatan kualitas Dhungkrek melalui Festival Dhungkrek Pelajar dan pengiriman group Dhungkrek pada misi kesenian daerah Kabupaten Madiun di tingkat Regional maupun Nasional untuk peningkatan kualitas pembina seni Dhungkrek telah terlaksana pelatihan guru kesenian.

Perlu diketahui perkembangan Dhungkrek secara kualitatif melalui festival-festival Dhungkrek dan pelatihan bagi pembina seni di sekolah dan masyarakat. Pengiriman misi-misi kesenian daerah pada Festival Budaya Adhikara Jawa Timur, Festival Berantas dan Gelar Budaya Nusantara di depan Istana Negara serta di Anjungan Jawa Timur Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.

Perkembangan kesenian Dhungkrek selain kualitas tentu kuantitas seperti pembentukan group kesenian baik di sekolah maupun di masyarakat serta seminar.
2 (dua) perkembangan dhungkrek yang ada:
1.         Secara Ritual
            Dhungkrek pada acara tolak balak di desa Mejayan dengan arak-arakan Dhungkrek dan upacara penyerahan topeng Dhungkrek. Setiap bulan Sura tanggal 10 setiap tahun yang pimpin oleh Bapak Dul Rokhim (Ketua Paguyuban Dhungkrek Kabupaten Madiun).
2.            Secara Hiburan
Dhungkrek sebagai seni penyambutan, peresmian melalui arak-arakan dan pentas tari dhungkrek.

Untuk memperkuat eksistansi seni Dhungkrek dengan pengusulan Dhungkrek sebagai hak paten/cipta Kabupaten Madiun (seni khas Kabupaten Madiun serta penetapan Perda Dhungkrek Kesenian Khas Kabupaten Madiun)
       
SYNOPSIS
a.            4 (empat) orang penari hantu/raksasa dilukiskan sebagai peraga yang membawa dan menyebarkan penyakit yang akan merusak dan mendatangkan kesengsaraan bagi masyarakat.
b.            2 (dua) orang penari wanita sebagai lambang kesucian dan kebaikan yang akan membasmi sifat jahat dari hantu tersebut.  Antara hantu sebagai lambang kejahatan berselisih dengan wanita sebagai lambang kebenaran.
c.            Seorang penari orang tua sebagai lambang kedewasaan manusia yang selalu mengabdi kepada kebaikan dan kebenaran. Ia memiliki kesaktian  yang dalam hal ini dimanifestasikan dengan alat berupa tongkat.
Dengan pertolongan orang tua inilah maka kedua wanita tersebut dapat terlepas dari kungkungan raksasa/hantu dapat ditaklukkan oleh orang tua sebagai pembela kebenaran, kebaikan dan keadilan.

Kesimpulan:
Maksud jahat akhirnya akan lebur oleh kebaikan dan kebenaran sesuai dengan sesanti/motto “Sura dira jayaningrat, brasta tekap darmastuti”.  
       



luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com

Pengikut